Indonesia, sebuah negeri dengan segala keelokan dan pesona.
Negeri di tenggara Asia yang patut
dipertanyakan: seberapa besar cinta rakyatnya kepadanya? Aku mungkin hanyalah
seorang biasa, tapi aku akan mencoba menggambarkan seberapa besar cintaku
kepada negeri ini melalui rangkaian kata sederhana ini. Atau mungkin, aku akan
mencoba membuat kalian tahu bagaimana caraku mencintai negeri ini, mencintai
baik dan buruknya.
Aku terlahir di negeri ini. Aku tumbuh dan menghirup
udara di negeri ini, begitu juga sekitar dua ratus juta penduduk Indonesia yang
lain. Ketika aku lahir, Indonesia masih dipimpin seorang “Bapak Pembangunan”
yang katanya memberikan banyak perubahan dan kemajuan, tapi juga banyak
meninggalkan hutang bagi Indonesia. Tapi aku tak peduli, aku mulai merasakan
cinta pada negeri ini mulai tumbuh sejak hari pertama aku melihat dunia. Inilah
negeriku, tempat hidungku menghirup udara pertamanya atau tempat tangisku
pertama kali pecah. Dan aku mencintainya, dengan tertahan di rumah sakit karena
ayah belum bayar administrasi kelahiran.
Semakin besar, aku semakin mengerti. Inilah negeriku,
Indonesiaku. Negeri yang berasaskan Pancasila, yang telah setengah mati
kuhafalkan ketika duduk di bangku kelas satu sekolah dasar. Aku mencintai
Indonesia dengan mengikuti upacara bendera setiap hari Senin di sekolah.
Bagiku, untuk pertama kali dalam hidupku, aku menghormati sebuah benda seperti
aku menghormati ibuku. Maka begitulah salah satu caraku mencintai negeriku,
dengan hormat pada benderanya dan menyanyikan lagu kebangsaannya. Meskipun kini
aku tahu, kebanyakan orang tak menghormati Sang Merah Putih lagi. Padahal dulu
pahlawan kita telah susah payah mengibarkannya di Surabaya dan Ibu Fatmawati
telah dengan sabar menjahitnya.
Sekolah dasar menjadi pondasi kuat bagiku untuk tetap
mencintai negeriku. Pelajaran-pelajaran yang ada di SD memaksaku untuk mengingat
selalu hal-hal menyangkut negeriku ini. Yang pertama dan sejak dulu tak pernah
berubah adalah ibu kota Negara, Jakarta. Kota yang kini penuh dengan segala
kegemerlapan, kecarut-marutan, dan ketidakseimbangan penduduk. Satu-satunya ibu
kota Negara yang kutahu telah diramalkan akan tenggelam tahun 2011 nanti. Namun
aku cinta pada Jakarta, karena disitulah seorang pemimpin negaraku tinggal dan
mengatur negeri ini.
Yang kedua, jumlah provinsi yang ada di Indonesia.
Saat sekolah dasar dulu, aku menghafal hanya ada 29 provinsi, kini bertambah
menjadi 34 provinsi. Entah karena Indonesia semakin luas atau semakin banyak
perpecahan di dalam provinsi-provinsi yang telah ada. Tapi meskipun pilihan
kedua yang benar, aku tetap cinta pada Indonesia dengan provinsinya yang
kebanyakan.
Yang ketiga mengenai Indonesia sebagai Negara
kepulauan. Ketika mengetahui bahwa Indonesia terdiri dari kurang lebih 17.000
pulau, aku berangan-angan ingin menjelajahi pulau-pulau yang ada di negeri ini,
berenang di laut-laut negeri ini, atau sekedar menginjakkan kaki di pasir
pantai pulau-pulau yang indah. Namun miris bila harus menghitung kembali jumlah
pulau yang ada di negeriku saat ini. Mungkin sudah tidak ada 17.000 lagi,
mungkin sudah tenggelam karena volume air laut yang terus naik atau mungkin
sudah ‘hilang’ karena dijual oleh negeri ini sendiri. Pedih hati
membayangkannya, ini sama seperti seorang ibu yang menjual anaknya sendiri.
Tapi mau bagaimana, aku tetap mencintai Indonesia meskipun sejujurnya aku takut
kelak anak cucuku tak lagi dapat tinggal di Indonesia.
Yang kutahu melalu buku pelajaran, Indonesia adalah
negeri yang elok akan pesona alamnya. Sungai-sungai jernih, persawahan nan
hijau membentang, hutan-hutan lindung yang asri, dan gunung-gunung yang masih
jarang terjamah memenuhi pandangan mataku saat aku masih sekolah menengah
pertama. Tapi ternyata, masa SMP membuatku mengenali negeriku bukan hanya dari
buku, tapi juga dari kenyataan yang ada. Maka begitulah aku kala itu. Semakin
jelas tergambar di mataku, betapa Indonesiaku ternyata tak seelok yang pernah
kubayangkan. Aku mulai merasa alam pun mulai berontak, mulai meraung minta pertanggungjawaban
kami, dan akhirnya menunjukkan kemarahannya padaku, pada negeriku. Banjir
menghalangi segala pergerakan kami, angin kencang dan pohon-pohon tumbang, dan
yang terparah tsunami di Aceh yang memaksa negeriku kehilangan banyak jiwa
penduduknya. Negeriku mungkin tidak salah sepenuhnya dalam hal ini. Kesalahan
sesungguhnya bersumber dariku, dari rakyat negeriku sendiri. Tapi negeriku
harus menanggung semuanya. Indonesiaku harus menangis. Karena Indonesiaku
sedang bersedih, aku berdiri tegar di atasnya dan tetap mencintainya, agar
sekedar membuatnya tenang.
aku cinta padamu
Indonesia
sejak kaki-kakiku masih berlari di taman kanak kanak
sejak pak Gusdur masih di Istana
sampai pak SBY di Istana.
aku mencintaimu
Indonesia
sejak dulu kau masih hijau
sampai kini kau tinggal asap
sejak dulu kau masih luas
sampai kini kau mulai menyempit.
aku cinta padamu
Indonesia
sejak belum ada KPK
sampai ada KPK
sejak ada korupsi
sampai masih saja korupsi.
aku mencintaimu
Indonesia
sejak padi dan sawah membentang
sampai bangunan apartemen menjulang
sejak harga bensin mahal
sampai kini tetap mahal.
aku cinta padamu
Indonesia
sejak orang tuaku punya tambak udang
Indonesia
sejak kaki-kakiku masih berlari di taman kanak kanak
sejak pak Gusdur masih di Istana
sampai pak SBY di Istana.
aku mencintaimu
Indonesia
sejak dulu kau masih hijau
sampai kini kau tinggal asap
sejak dulu kau masih luas
sampai kini kau mulai menyempit.
aku cinta padamu
Indonesia
sejak belum ada KPK
sampai ada KPK
sejak ada korupsi
sampai masih saja korupsi.
aku mencintaimu
Indonesia
sejak padi dan sawah membentang
sampai bangunan apartemen menjulang
sejak harga bensin mahal
sampai kini tetap mahal.
aku cinta padamu
Indonesia
sejak orang tuaku punya tambak udang
sampai mereka kekurangan uang
sejak aku mudah masuk SD
sampai aku pengap masuk SMA.
aku mencintaimu
Indonesia
sejak kau telah merdeka
sejak aku mudah masuk SD
sampai aku pengap masuk SMA.
aku mencintaimu
Indonesia
sejak kau telah merdeka
sampai kau terjajah lagi.
aku cinta padamu
Indonesia
aku cinta padamu
Indonesia
Semakin dewasa dan menginjakkan kaki di jenjang
sekolah tertinggi, aku jadi sadar betapa banyak rakyat yang tidak mencintai
Indonesia seperti diriku. Aku dapat merasakan keegoisan di negeriku. Banyak
pihak yang ternyata hanya ingin mengambil untung dari negeriku, bukan memajukan
negeriku. Bahkan para wakil rakyat pun tak benar-benar menjalankan tugasnya
sebagai penyampai aspirasi rakyat demi kemajuan negeriku, mereka kebanyakan
hanya tidur waktu sidang soal rakyat. negeriku pun kerap menangis melihat
aparat pemerintahannya yang ternyata lebih memenuhi sel penjara karena korupsi
daripada memikirkan kesejahteraan rakyat. Aku dapat melihat kecarut-marutan di
sekolah-sekolah, di kota-kota besar, di gedung-gedung bertingkat, di pengadilan
negeri, di kolong jembatan layang, bahkan di Instana Presiden sekalipun..
Semuanya penuh ketidakberesan dan sangat berantakan. Semua orang saling tuduh,
berebut harta dan kuasa, mencari muka, yang kaya semakin kaya, dan yang miskin
semakin terinjak. Kemudian Indonesiaku kembali menangis, dan kini sedikit
meraung. Melihat itu, aku hanya bisa berdiri dengan rapi di lapangan dan hormat
pada bendera yang lusuh ketika lagu Indonesia Raya dinyanyikan. Aku hanya ingin
menunjukkan aku masih mencintai Indonesia, dengan segala ketidakseimbangan yang
ada di negeri ini.
Tapi belakangan ini aku sadar akan suatu hal.
Mencintai Indonesia bukan berarti kita hormat pada benderanya, atau menyanyikan
lagu kebangsaannya, atau menghafal Pancasila, atau membuat puisi indah
tentangnya. Tapi mencintai Indonesia berarti kita siap untuk mengorbankan
kepentingan kita demi kepentingan bangsa dan negeri ini. Mencintai Indonesia
berarti kita siap melakukan perubahan menjadi negeri yang lebih baik dan memperbaiki
yang telah buruk sebelumnya. Maka aku membuat karangan ini bukan lagi untuk
menunjukkan betapa aku mencintai Indonesia, dan bukan lagi untuk menggambarkan
rasa cintaku yang besar pada Indonesia. Tapi aku membuat karangan ini, karena
aku sadar banyak orang di luar sana yang belum tahu bagaimana cara mencintai
Indonesia. Maka aku mengatakan, beginilah caraku mencintai Indonesia, yaitu
dengan mengajak rakyat Indonesia mencintai negeriku, Indonesiaku.
karangan nyaa bagus sampe aku baca berkali kali
ReplyDeleteTerima kasiiiihh.. :)
Deletebagus mbak aku suka
ReplyDeleteThankyou.
DeleteTerbaik mbak.. izin sebagai literatur ya mbak
ReplyDeleteHarap masukkan sumber dan author nya ya. Jangan copy paste. Nuhun
DeleteArtikel yang sangat bermanfaat, kunjungi juga dong www.biologi.uma.ac.id dan www.uma.ac.id
ReplyDelete