Skip to main content

refleksi

dulu saya pernah bermimpi berada di jalanan , dengan jaket kuning, mengusung kepalan jemari tangan dengan teguhnya, dan meneriakkan "Hidup Mahasiswa, Hidup rakyat Indonesia!"

keadaan di dunia kemahasiswaan ternyata tidak seindah dan sekeren yang saya bayangkan. kalau dua atau tiga tahun lalu saya pernah membaca buku catatan harian soe hok gie, ingin sekali rasanya saya merasakan pahitnya perjuangan. menjadi aktivis, kerennya seperti itu. puisi puisi perjuangan juga mulai saya tulis, sebait dua bait, lalu menjadi puisi demi puisi. dan karena itu pulalah, saya lebih memilih di UI daripada di institut yang lebih baik secara akademis prestasi. karena saya ingin merasakan perjuangan menjadi mahasiswa .

namun kenyataannya, ternyata tidak seenak yang dibayangkan. tidak sekeren yang terlihat di luar. ketika saya kini menjadi mahasiswa, banyak hal yang tidak idealis. banyak hal yang saling bertentangan, antara kuliah, pergerakan, maupun kebumian isu yang ada. sulit ternyata untuk menyusun sebuah pergerakan, sebuah aksi. dan tidak semua isu harus diselesaikan dengan jalan demo ke jalanan.

dan ternyata benar, bahwa perjuangan itu sangat pahit. saya pun tidak bisa lagi seidealis ketika dulu saya bermimpi. ternyata tidak munafik saya pun harus kuliah. ketika aksi mengganggu jam kuliah atau jam kuis, maka saya tetap harus memilih kuis. dan saya juga tidak ideal, ketika saya yakin sebuah aksi hanya akan menjadi aksi ecek ecek, saya malas untuk ikut.

tapi dibalik semua ketidakidealan dari apa yang saya bayangkan dulu, ada satu kenyataan yang sangat pahit yang harus saya terima. bahwa tidak semua mahasiswa di UI memikirkan nasib rakyat. bahwa hanya sedikit yang mau bergerak dan mempertahankan ideologi mahasiswa seperti yang pernah saya tahu dulu. bahwa mahasiswa sekarang pola pikirnya sudah lebih modern dan sedikit yang merasa bahwa kuliah di UI dibiayai rakyat, maka kita harus berjuang untuk rakyat. ironi.

ketidakpedulian inilah yang menjadi masalah besar dan terbesar menurut saya. menjadi idealis memang susah, susah sekali. tapi bukan berarti kita menutup mata atas apa yang terjadi di sekitar kita. bukan berarti, kita tidak peduli pada harga BBM yang naik lagi, meski kita sudah mampu membeli bbm dengan uang saku kita sendiri. sulit . kalau dulu, semua mahasiswa seolah olah ingin memperjuangkan semuanya, serta merta aksi, kali ini bisa dibilang, mahasiswa terlalu berpikir panjang , atau itu hanya alibi bahwa mereka memang tidak lagi mau bergerak.

saya tidak sok benar, karena jujur saya pun tidak sekuat itu untuk perjuangan. tapi teman teman saya pun tidak lebih baik dari saya, dan kadang saya menyesal. menyesali apa yang pernah saya tahu lebih dulu sebelum ada disini. bahwa penyesalan itu datang karena ternyata saya tidak bisa merasakan apa yang orang orang itu rasakan dulu, di zaman itu. karena mimpi untuk shalat beralaska jakun mungkin memang sudah tercapai, tapi arti dari lebih dari sekedar itu tidak dirasakan oleh kebanyakan kami, mahasiswa.

dan besok , lagi lagi kami terseok untuk memperjuangkan sesuatu. entahlah, tapi saya sama sekali belum pernah merasakan apa yang disebut massa aksi bergerak bersama memperjuangkan sesuatu dengan semangat menggebu gebu. dan terkadang saya iri. waktu empat tahun rasanya terlalu sebentar untuk menjadi orang yang idealis, dan sayang sekali bila waktu waktu ini terlewatkan begitu saja .

malam,
kosan,
Aisyah

Comments

  1. :') semangat ai :D Jangan kecewain orang-orang yang sayang sama kamu ..

    ReplyDelete

Post a Comment

speak out time

Popular posts from this blog

Sebuah Pilihan.

“Berbahagia dan berusaha bahagiakan orang lain.” Motto hidup sederhana inilah yang membuat saya berani mendaftarkan diri ke IME 2012. Sederhana saja. Awalnya, saya hanya ingin mencari kebahagiaan saya sendiri dengan berorganisasi, mencari banyak pengalaman serta teman, dan membahagiakan orang lain (teman-teman sesama mahasiswa) dengan ikut IME sebagai organisasi yang mewadahi kegiatan mereka semua. Tapi mengapa saya memilih membahagiakan orang lain melalui bidang PSDM?  Kata orang kebanyakan, PSDM adalah bidangnya orang-orang yang mau berpikir dan mau susah-susah untuk mengurusi orang lain. Dan saya juga tidak dapat memungkiri itu karena bidang inilah yang mau repot-repot mengurusi dan membimbing saya dan 117 teman saya saat masa bimbingan dulu. Ah kerajinan sekali, begitu pikir saya dulu.    Tapi saat masa adaptasi dunia kampus dulu, saya dibuat semakin menyadari bahwa mahasiswa adalah segerombolan manusia yang punya banyak kelebihan di dalam dirinya ya...

Great People Scholarship Program Telkom 2019 -

 --continued from previous post-- Oke jadi dimulailah tahap seleksi beasiswa GPSP dari perusahanku Telkom Indonesia. Hal pertama yang bikin aku cukup gak pede dan stres adalah waktu persiapan yang super sempit. Jadi, dari tanggal rilis nota dinasnya, aku harus menyiapkan proposal studi yang akan disubmit dan dibawa dalam waktu kruang lebih 4 hari apa 3 hari yah lupa. Jadi aku inget weekend itu aku bener bener scroll2 jurusan kampus dan bikin proposal study selama dua hari Sabtu-Minggu. Hari Seninnya, aku harus berangkat ke Bandung untuk tes. Dan aku berangkat ke Bandung bareng sama bebeb Pome sahabatcuuu Step pertama : Bikin proposal Studi  Selama nyusun proposal studi aku agak terburu buru dan gatau mau nulis apa. Ini mirip mirip dengan motivation letter atau personal statement kalau kita mau apply beasiswa atau apply kampus di luar Negeri untuk S2. Bedanya di seleksi Telkom ini dia minta dua halaman dan harus menjelaskan manfaatnya buat Telkom itu apa ketika kita sudah balik...

Aku cinta padamu, Indonesia

Indonesia, sebuah negeri dengan segala keelokan dan pesona. Negeri di tenggara Asia   yang patut dipertanyakan: seberapa besar cinta rakyatnya kepadanya? Aku mungkin hanyalah seorang biasa, tapi aku akan mencoba menggambarkan seberapa besar cintaku kepada negeri ini melalui rangkaian kata sederhana ini. Atau mungkin, aku akan mencoba membuat kalian tahu bagaimana caraku mencintai negeri ini, mencintai baik dan buruknya. Aku terlahir di negeri ini. Aku tumbuh dan menghirup udara di negeri ini, begitu juga sekitar dua ratus juta penduduk Indonesia yang lain. Ketika aku lahir, Indonesia masih dipimpin seorang “Bapak Pembangunan” yang katanya memberikan banyak perubahan dan kemajuan, tapi juga banyak meninggalkan hutang bagi Indonesia. Tapi aku tak peduli, aku mulai merasakan cinta pada negeri ini mulai tumbuh sejak hari pertama aku melihat dunia. Inilah negeriku, tempat hidungku menghirup udara pertamanya atau tempat tangisku pertama kali pecah. Dan aku mencintainya, dengan te...