seseorang malam itu menyadarkan saya tentang suatu hal,
suatu hal yang mungkin mulai banyak orang lupakan,
tentang identitas .
saya tidak pernah menyangka bahwa obrolan malam itu, yang konteksnya jauh sekali dari masalah kehidupan, diri dan identitas pada akhirnya mengerucut juga kesana.
tentang identitas yang harusnya selalu kita, sebagai manusia, memegang teguh itu.
entah apapun bentuk identitas diri itu, kita yang menentukan.
identitas diri kita, jati diri dan siapa kita , hanya kita dan Tuhan yang tahu.
hanya kita yang bisa memohon pada Tuhan dan berusaha untuk merubahnya,
atau membuat identitas kita sendiri.
malam itu saya tertegun, pada ucapannya yang menyadarkan saya,
tentang identitas kampus yang sedang saya jamahi dewasa ini,
" Universitas Indonesia itu kan lembaga pendidikan, Sah. jadi, identitas itu harus tetap ada dan ditonjolkan!"
iya, lalu saya mengangguk. sepakat.
"jangan seperti gedung FIK yang baru di UI, gak ada identitasnya !"
dia melanjutkan dengan ketus,
"masa gedung kuliah di UI gak ada batu batanya sama sekali.."
lagi, saya mengangguk.
tapi kali ini otak saya sembari berpikir,
identitas begitu penting baginya .
dan identitas yang mencerminkan UI bahwa adalah kampus rakyat yang membawa nama Indonesia,
ternyata juga sangat penting baginya.
gedung FIK baru yang dimaksudnya, adalah gedung bertingkat seperti gedung gedung tinggi di Jakarta pda umumnya. tidak ada bagian yang hanya memakai batu bata seperti banyak gedung kuliah lain di UI.
benar, harusnya gedung kuliah di UI juga harus mempertahankan identitasnya,
bahwa mereka berdiri kokoh akan batu bata yang melambangkan Indonesia.
batu bata merah, identitas yang sederhana untuk sebuah gedung kuliah di UI..
yang menurut orang itu, kini pun hilang.
dan menyedihkan.
kehilangan jati diri, atau identitas, mulai dari pembangunan yang ada,
pada akhirnya membuat saya sadar, bahwa UI memang sudah mulai kehilangan identitasnya,
sebagai kampus rakyat, kampus perjuangan,
kampus yang harus menghasilkan orang orang yang akan memajukan Indonesia,
bukan penghasil orang orang yang kaya dan mampu membesarkan negeri orang..
pahit,
bila mahasiswa di Univeristas yang menyandang nama bangsa saja tidak mau memikirkan bangsa dan tanah air Indonesia ini,
lantas siapa yang akan sekedar menangis jika Indonesia kehilangan identitasnya?
“sebab mencintai tanah air, nak, adalah merasa jadi bagian dari sebuah negeri, merasa terpaut dengan sebuah komunitas, merasa bahwa diri, identitas, nasib, terajut rapat, dengan sesuatu yang disebut Indonesia, atau Jepang, atau Amerika. Mencintai sebuah tanah air adalah merasakan, mungkin menyadari, bahwa tak ada negeri lain, tak ada bangsa lain, selain dari yang satu itu, yang bisa sebegitu rupa menggerakkan hati untuk hidup, bekerja dan terutama untuk mati..
(Caping 4, h. 80)”
― Goenawan Mohamad
merasa pahit,
Aisyah.
suatu hal yang mungkin mulai banyak orang lupakan,
tentang identitas .
saya tidak pernah menyangka bahwa obrolan malam itu, yang konteksnya jauh sekali dari masalah kehidupan, diri dan identitas pada akhirnya mengerucut juga kesana.
tentang identitas yang harusnya selalu kita, sebagai manusia, memegang teguh itu.
entah apapun bentuk identitas diri itu, kita yang menentukan.
identitas diri kita, jati diri dan siapa kita , hanya kita dan Tuhan yang tahu.
hanya kita yang bisa memohon pada Tuhan dan berusaha untuk merubahnya,
atau membuat identitas kita sendiri.
malam itu saya tertegun, pada ucapannya yang menyadarkan saya,
tentang identitas kampus yang sedang saya jamahi dewasa ini,
" Universitas Indonesia itu kan lembaga pendidikan, Sah. jadi, identitas itu harus tetap ada dan ditonjolkan!"
iya, lalu saya mengangguk. sepakat.
"jangan seperti gedung FIK yang baru di UI, gak ada identitasnya !"
dia melanjutkan dengan ketus,
"masa gedung kuliah di UI gak ada batu batanya sama sekali.."
lagi, saya mengangguk.
tapi kali ini otak saya sembari berpikir,
identitas begitu penting baginya .
dan identitas yang mencerminkan UI bahwa adalah kampus rakyat yang membawa nama Indonesia,
ternyata juga sangat penting baginya.
gedung FIK baru yang dimaksudnya, adalah gedung bertingkat seperti gedung gedung tinggi di Jakarta pda umumnya. tidak ada bagian yang hanya memakai batu bata seperti banyak gedung kuliah lain di UI.
benar, harusnya gedung kuliah di UI juga harus mempertahankan identitasnya,
bahwa mereka berdiri kokoh akan batu bata yang melambangkan Indonesia.
batu bata merah, identitas yang sederhana untuk sebuah gedung kuliah di UI..
yang menurut orang itu, kini pun hilang.
dan menyedihkan.
kehilangan jati diri, atau identitas, mulai dari pembangunan yang ada,
pada akhirnya membuat saya sadar, bahwa UI memang sudah mulai kehilangan identitasnya,
sebagai kampus rakyat, kampus perjuangan,
kampus yang harus menghasilkan orang orang yang akan memajukan Indonesia,
bukan penghasil orang orang yang kaya dan mampu membesarkan negeri orang..
pahit,
bila mahasiswa di Univeristas yang menyandang nama bangsa saja tidak mau memikirkan bangsa dan tanah air Indonesia ini,
lantas siapa yang akan sekedar menangis jika Indonesia kehilangan identitasnya?
“sebab mencintai tanah air, nak, adalah merasa jadi bagian dari sebuah negeri, merasa terpaut dengan sebuah komunitas, merasa bahwa diri, identitas, nasib, terajut rapat, dengan sesuatu yang disebut Indonesia, atau Jepang, atau Amerika. Mencintai sebuah tanah air adalah merasakan, mungkin menyadari, bahwa tak ada negeri lain, tak ada bangsa lain, selain dari yang satu itu, yang bisa sebegitu rupa menggerakkan hati untuk hidup, bekerja dan terutama untuk mati..
(Caping 4, h. 80)”
― Goenawan Mohamad
merasa pahit,
Aisyah.
Comments
Post a Comment
speak out time