Skip to main content

Banjir dan 9 Tahun Tsunami

Hari ini sekitar pukul 15.00-an, tiba tiba hujan menghantui Bekasi. Gue masih tidur-tiduran santai sambil baca buku di atas kasur. Ibu gue pun masih duduk santai sambil nonton teve di ruang tengah. Sampai akhirnya, ibu mulai mengambil ember kecil untuk menampung bocor di ruang makan. Gue mulai duduk, sambil tetap baca buku. Sampai beberapa saat kemudian, ibu gue mengambil ember besar untuk menampung tampias di ruang makan. Gue berdiri dan menengok ke depan rumah, oh God !

Ibu gue mulai beranjak, berdiri, mulai panik sedikit , ya, ternyata mulai banjir saudara saudara di halaman rumah. Air sudah hampir sampai teras rumah. Adek gue pun akhirnya keluar dari kamar, menengok halaman rumah, panik. Hem, pertanda buruk, hujan makin deras. Dan kami semua pun mulai bergegas, mengangkat barang barang yang ada di bagian bawah , mengangkat lemari, mengangkat bakul cucian, mengangkat kasur bawah adek gue, dan mengangkat semua buku di lemari bawah. 

ya, seperti biasa, kalau hujan menghantam rumah kami, rumah kami selalu kebanjiran. Biasanya banjir hanya sampai ke jalanan depan rumah, tapi kalau hujannya luar biasa deras seperti sore ini, ya air akan masuk ke dalam rumah. Dan alakadabra, apa daya dan upaya meski sudah berdoa agar hujan berhenti dan air banjir tidak masuk ke dalam rumah, sore ini pun air tetap masuk ke dalam rumah gue. sedih. bete 

kurang dari lima belas menit , sudah ada danau buatan di dalam rumah gue. Banjir oh banjir . Ya ini kali ketiga air banjirnya masuk ke dalam rumah gue, setelah pernah beberapa tahun lalu sempat masuk ke rumah. Banjir memang selalu jadi masalah utama kalau musim hujan di rumah gue. Dan setiap kali banjir masuk ke dalam rumah, gue sangat capek. Capek hati dan capek badan. Capek hati karena takut banjir akan semakin naik dan pada akhirnya rumah gue sampai tenggelam. Capek badan karena meski telah surut, air banjir akan meninggalkan bekas yang sangat jorooook. dan alhasil, gue harus kerja bakti sekeluarga. 

Permasalahan banjir ini memang happening banget di daerah perumahan gue, yang letaknya di bawah permukaan kali. Jadi, setiap kali hujan, perumahan gue Duren Jaya, pasti banjir. Masalahnya, kalau sudah sampai masuk rumah itu rasa argh banget. Seperti sore kemarin, setelah banjir masuk ke dalam rumah. Gue, adek gue, dan ibu gue duduk di atas kursi menaikkan kaki. Rumah kami tidak tingkat dua, maka kami hanya punya lantai satu. Kasur di kamar gue dan adek gue pun sudah penuh dengan barang-barang yang tadi dinaikkan karena posisinya dibawah. Jadi tinggallah kami diatas kursi ruang tamu, tak bergerak.

Tapi selalu ada cerita lucu disaat banjir. Ini untuk kali pertama, gue mesti melakukan shalat diatas bangku. Ya, jadi gue dan ibu gue shalat diatas kursi panjang di ruang tamu dikarenakan tidak ada lagi lantai yang tidak tergenang air di rumah gue. Lucu, menyedihkan. Gue takut ibu gue yang gendut kepeleset terus jatuh pas lagi bergerak dari sujud ke rakaat baru. Well, ibu gue punya ukuran tubuh yang tidak kecil, sedangkan kursinya cukup kecil.

Cerita lucu lainnya datang karena kami bertiga sangat kelaparan dan hanya ada nasi di rumah. Ibu tidak bisa memasak karena dapurnya banjir, rasanya malas sekali memasak dengan kaki dikelilingi air yang menjijikkan kan? Karena itu, kami bertiga berdoa supaya ayah segera pulang dan semoga ayah berinisiatif membeli makanan untuk kami bertiga. Dan doa kami terkabul. Ayah pulang sambil membawa sesuatu kantong plastic. Bak pengungsi banjir yang kelaparan, kami pun bahagia sekali melihat ayah pulang bawa bungkusan. Ya, ayah bawa bungkusan berisi nasi uduk. Kami (gue, ibu, dan adik gue) bersorak senang. Dan kami berempat makan diatas kursi ruang tamu dengan kaki mengangkat ke atas kursi, kalau hari hari biasa ibu akan marah kalau kami mengangkat kaki ke atas kursi saat makan. Tapi malam itu, kami berempat lahap makan nasi uduk dengan kaki diangkat keatas kursi. Haha. Bahagia itu sederhana.

Ternyata banjir malam itu tidak cepat surut sehingga kami benar benar tidak bisa bergerak. Sampe ibu mengeluarkan celetukan yang bikin saya terpingkal. “Yah, maau gak gendong kita bertiga satu satu ke dalam kamar ?” Spontan, kami semua tertawa. Yah, banjir biar bagaimanapun tetap memberikan sebuah cerita.

Setelah pukul 12 malam, banjir baru mulai surut. Dan kami mulai berbenah. Membereskan rumah, mengeluarkan air banjir, membilas lantai rumah, dan mengepel. Menggeser kursi-kursi, kasur, membersihkan kolong-kolongnya dan semuanya, sampai lantai kami kembali bersih. Dan sekitar pukul 3 pagi, rumah kami baru benar benar bersih dan kering. Kami pun akhirnya duduk santai di ruang tamu sambil minum teh panas yang dibuatkan ayah.

Saat itulah, pikiran gue melayang ke hari yang sama tepat 9 tahun yang lalu. Ya, Sembilan tahun yang lalu, di tanggal 26 Desember, banjir besar menghadang Aceh. Ya, tsunami namanya kalau kalian masih ingat. Saat itu, ombak besar menyapu Aceh dan sekitarnya. Saat itu puluhan ribu orang hilang, dan banyak orang yang kehilangan rumahnya. Sembilan tahun yang lalu, tepat di hari ini, banyak orang menangis. Seluruh dunia gempar akibat bencana tsunami yang terjadi di Sumatra sana. Pedih bila mengingatnya.

Memang tanpa terasa sudah 9 tahun berlalu sejak kejadian itu terjadi. Tapi pahit, luka, dan trauma yang membekas di benak para korban masih saja terus dikenang. Apalagi begitu banyak sanak saudara yang hilang. Gue ingat ketika saat itu terjadi, gue mungkin baru kelas satu SMP atau masih 6 SD, saat itu salah satu Mak tuo gue tinggal di Aceh dan dia sekeluarga gabisa turun dari lantai dua yang penuh air. Bersyukur rumahnya masih jauh dari pusat gempa sehingga tidak ambruk seutuhnya. Ada om gue yang hanyut dan belum ditemukan saat itu. Meskipun hanya terhitung saudara jauh, tetap saja gue merasakan sedihnya ada sanak keluarga yang hilang disana. Gue benar benar tidak bisa membayangkan bagaimana jika gue tinggal disana saat itu, dan sanak keluarga gue yang hilang saat itu.

Tapi bagaimana Aceh sekarang? Sekarang sudah banyak jalan protocol yang ada, mobil pun sudah semakin memadati kota itu sehingga macet biasa terjadi, banyak tempat hiburan, banyak mall berdiri, dan bangunan-bangunan lain yang sudah kembali menghidupkan Aceh. Aceh tidak terpuruk dalam kedukaannya. Aceh bangkit dari hari paling menyakitkan sepanjang sejarah kehidupan manusia di dalamnya. Meskipun mungkin diantara semua kemajuan yang ada sekarang, masih ada juga warga yang belum kembali memiliki rumah setelah 9 tahun tsunami menghancurkan rumahnya.

Infrastruktur yang menduung untuk tanggap bencana juga sudah ada yang berdiri disana, meski fungsinya belum berjalan maksimal. Dan bahkan, perawatannya juga dikatakan masih terbengkalai. Sirene peringatan bencana pun belum bisa optimal karena masih mengandalkan listrik dari PLN yang sering kali mati bila bencana tiba. Karena itulah, pekerjaan rumah untuk Aceh sebenarnya masih banyak. Baik untuk memajukan kota itu sendiri ataupun untuk mencegah terjadinya akibat yang parah karena bencana alam.

Hem ya, sebenarnya berbicara tentang bencana alam memang selalu sulit. Tidak ada yang tahu kapan bencana itu akan datang. Tapi satu hal yang harus kita ingat adalah bahwa bencana itu merupakan peringatan dari Yang Maha Kuasa kepada manusia. Bahwa kita harusnya menjaga alam ini dengan sebaik baiknya. Bahwa seharusnya kita bersyukur masih bisa hidup dari kekayaan alam sampai hari ini. Bahwa seharusnya kita harus selalu bersabar menghadapi segala sesuatunya .

dan bahwa gue sebagai calon engineer harusnya bisa memikirkan solusi dari permasalahan-permasalahan pencegahan maupun penanggulangan bencana yang sering terjadi. Dan itu adalah tugas besar gue seharusnya, sebagai calon engineer, yang katanya mau berbuat banyak untuk negeri. Gue harus bisa menyumbangkan ide-ide besar nantinya agar rakyat Indonesia bisa lebih sejahtera nantinya. ya entah bagaimana caranya. 

Banjir malam ini mengingatkan gue tentang banyak hal. Bahwa ini baru sebuah bencana kecil yang masih bisa diambil banyak hal baiknya. Dan gue harus bersyukur tidak pernah merasakan bencana besar seperti yang dirasakan saudara saudara gue di Aceh 9 tahun lalu. Dan gue tidak sepantasnya mengeluh.

Pada akhirnya gue akan sedikit berdoa,

“ Semoga semua almarhum dan almarhumah korban tsunami 9 tahun yang lalu diberikan tempat yang terbaik di alam sana, dan semoga yang ditinggalkan diberi kekuatan dan ketabahan selalu. Dan semoga malam ini, malam esok dan seterusnya, rumah gue tidak kebanjiran lagi.”


Comments

Popular posts from this blog

Sebuah Pilihan.

“Berbahagia dan berusaha bahagiakan orang lain.” Motto hidup sederhana inilah yang membuat saya berani mendaftarkan diri ke IME 2012. Sederhana saja. Awalnya, saya hanya ingin mencari kebahagiaan saya sendiri dengan berorganisasi, mencari banyak pengalaman serta teman, dan membahagiakan orang lain (teman-teman sesama mahasiswa) dengan ikut IME sebagai organisasi yang mewadahi kegiatan mereka semua. Tapi mengapa saya memilih membahagiakan orang lain melalui bidang PSDM?  Kata orang kebanyakan, PSDM adalah bidangnya orang-orang yang mau berpikir dan mau susah-susah untuk mengurusi orang lain. Dan saya juga tidak dapat memungkiri itu karena bidang inilah yang mau repot-repot mengurusi dan membimbing saya dan 117 teman saya saat masa bimbingan dulu. Ah kerajinan sekali, begitu pikir saya dulu.    Tapi saat masa adaptasi dunia kampus dulu, saya dibuat semakin menyadari bahwa mahasiswa adalah segerombolan manusia yang punya banyak kelebihan di dalam dirinya yang bisa membaw

Aku cinta padamu, Indonesia

Indonesia, sebuah negeri dengan segala keelokan dan pesona. Negeri di tenggara Asia   yang patut dipertanyakan: seberapa besar cinta rakyatnya kepadanya? Aku mungkin hanyalah seorang biasa, tapi aku akan mencoba menggambarkan seberapa besar cintaku kepada negeri ini melalui rangkaian kata sederhana ini. Atau mungkin, aku akan mencoba membuat kalian tahu bagaimana caraku mencintai negeri ini, mencintai baik dan buruknya. Aku terlahir di negeri ini. Aku tumbuh dan menghirup udara di negeri ini, begitu juga sekitar dua ratus juta penduduk Indonesia yang lain. Ketika aku lahir, Indonesia masih dipimpin seorang “Bapak Pembangunan” yang katanya memberikan banyak perubahan dan kemajuan, tapi juga banyak meninggalkan hutang bagi Indonesia. Tapi aku tak peduli, aku mulai merasakan cinta pada negeri ini mulai tumbuh sejak hari pertama aku melihat dunia. Inilah negeriku, tempat hidungku menghirup udara pertamanya atau tempat tangisku pertama kali pecah. Dan aku mencintainya, dengan tertah

Great People Scholarship Program Telkom 2019 -

 --continued from previous post-- Oke jadi dimulailah tahap seleksi beasiswa GPSP dari perusahanku Telkom Indonesia. Hal pertama yang bikin aku cukup gak pede dan stres adalah waktu persiapan yang super sempit. Jadi, dari tanggal rilis nota dinasnya, aku harus menyiapkan proposal studi yang akan disubmit dan dibawa dalam waktu kruang lebih 4 hari apa 3 hari yah lupa. Jadi aku inget weekend itu aku bener bener scroll2 jurusan kampus dan bikin proposal study selama dua hari Sabtu-Minggu. Hari Seninnya, aku harus berangkat ke Bandung untuk tes. Dan aku berangkat ke Bandung bareng sama bebeb Pome sahabatcuuu Step pertama : Bikin proposal Studi  Selama nyusun proposal studi aku agak terburu buru dan gatau mau nulis apa. Ini mirip mirip dengan motivation letter atau personal statement kalau kita mau apply beasiswa atau apply kampus di luar Negeri untuk S2. Bedanya di seleksi Telkom ini dia minta dua halaman dan harus menjelaskan manfaatnya buat Telkom itu apa ketika kita sudah balik dari sek