Skip to main content

Semeru! (part 1)

Persiapan

Perjalanan ini dimulai ketika belasan pemuda dan pemudi duduk santai di kamar mereka masing-masing. Memandangi langit yang kelabu karena asap kendaraan bermotor, memandangi kertas-kertas bekas fotokopian materi uas di kamar kosan, memandangi tumpukan buku teks yang terususun berantakan, sambil berusaha menahan kerinduan, ya kerinduan pada udara segar, tanah yang basah, aroma gunung, dan saudara-saudara yang berpencar-pencar. Maka dari semua itulah, tercetuskan sebuah ide perjalanan (lagi). Ya, perjalanan yang direncanakan dari jarak Sumatra sampai jawa timur, dengan media maya yang kini semakin canggih, dimana gue terdapat di dalam perencanaan itu.

Gue memutuskan untuk ikut dalam perjalanan kali ini. Ya, perjalanan ini memang sudah direncanakan sejak lama, sejak dulu kala, tujuannya adalah gunung impian kami semua. Tak lain dan tak bukan, Semeru.
Kata orang-orang dan juga kata google, Semeru sangatlah indah. Dan google images memberi suguhan nikmat dan memanjakan mata kami sejak kami mulai mengerti gunung, sejak ide-ide kami tentang gunung mulai bersatu. Maka pada hari inilah kami memutuskan, bahwa kami harus berangkat kesana, ke Malang, ke Semeru, mengejar tanah tertinggi pulau Jawa, Mahameru.

Setelah perdebatan cukup panjang tentang tanggal berapa kami semua bisa ikut melaksanakan perjalanan ini, tentang siapa saja yang bisa ikut, berapa dana yang harus kita siapkan untuk sampai kesana, dan seberapa sudah siap perlengkapan materi, fisik, dan mental yang kita punya, akhirnya 13 Agustus 2013 menjadi tanggal special itu. Ibarat hari jadian dua orang yang saling menyukai, maka hari itu adalah hari jadian kami dengan Semeru. Ya kami akhirnya ber 12 (Aisyah, Nana, Whita, Tresna, Dea, Marina, Tebo, Iga, Idang, Guntur, Ami, Bagong) berangkat menuju gunung impian kami.

Berhubung hari itu adalah hari kami bertemu setelah sekian bulan tidak bertemu, rasa rindu satu sama lain pun berkecamuk saat kami bertemu di stasiun Bekasi pagi itu. Tawa, canda, dan beraneka cerita bergulir di saat-saat kami harus menunggu salah satu saudara kami yang tidak kunjung tiba. Obrolan tentang menggunakan tiket commuter line pun jadi bahasan yang seru, karena saudara Iga, Ami, Idang, tebo ternyata sangat norak dalam menggunakan tiket commuter line yang baru. Maklum, mereka terlalu lama berada di luar jabodetabek. Dan semua cerita terus bergulir sampai kami tiba di stasiun senen.

Liburan semester genap dan momen tujuh belas agustus ternyata menjadi alasan yang cukup kuat bagi para pendaki gunung untuk memutuskan sebuah perjalanan yang sama dengan yang kami lakukan. Hal ini terlihat nyata dari jumlah rombongan pendaki yang juga hendak naik kereta yang sama dengan kami sangatlah banyak. Sayang, foto kami di stasiun Senen tidak tersimpan karena Tebo salah memencet tombol on off yang dikira tombol click untuk memotret. Hahaha. Tidak dipungkiri, di satu kereta, hampir setiap gerbongnya ada rombongan pendaki menuju daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur. Well, nuansa pendakian mulai terasa bahkan sejak masih di kereta.


Kereta
Buat kami ber 12, kereta ekonomi yang kami naiki menuju Jawa Timur itu adalah kereta ekonomi termewah selama persejarahan kami naik gunung. Kereta ini memang ekonomi, tapi sudah difasilitasi dengan AC dan colokan di setiap kursinya. Terharu melihat usaha keras PT KAI memperbaiki fasilitas kereta api.
Dan kereta selalu menjadi bagian paling penting dari perjalanan yang kami lakukan. Karena kami duduk di kereta selama kurang lebih 15 jam perjalanan. Dan didalam kereta itulah, tawa kami beradu, obrolan dan canda kami tumpah ruah, celetukan dan cerita jenaka mulai tersusun, dan perjalanan kami benar benar dimulai. Menyenangkan sekali. Bahkan di kereta ini pula tercetus ide untuk membuat rekaman lagu, “Bang..Bang.. Bang.. Bang Bagoong..” versi dangdut (ini lawakan yang digagas oleh Arga, saudara kami yang terjebak di Jerman dan tidak bisa ikut perjalanan ini, dan diteruskan oleh Ami). Dan pemimpin kami, tetua dan yang dituakan oleh kami, Guntur, selalu menjadi orang paling cepat terlelap dalam kereta.

Banyak hal-hal yang terjadi sepanjang kereta menuju stasiun Malang ini berjalan di atas relnya. Dan kami tidak lepas dari bermain kartu, tertawa, tidur bergantian, memperhatikan jalanan di luar sana, menghitung berapa banyak kota yang sudah kita lewati, tertawa lagi, tertidur lagi, bergantian ke kamar kecil, tertawa lagi, tertidur lagi. Sampai akhirnya kami menemukan sebuah masalah kecil yang sebenarnya besar, masalah perizinan pendakian. Kami belum memegang surat izin untuk mendaki dari pihak Taman Nasional Gunung Semeru karena saat mendaftar tanggal yang tercantum salah. Dan itu cukup merisaukan hati-hati kami yang sedang berbunga-bunga karena akan menemui gunung impian kami. Saat itu, jumlah pendaki begitu banyak menuju gunung Semeru, karena itu banyak beredar gossip bahwa jumlah pendaki akan dibatasi dan hanya yang sudah memegang surat izin yang boleh mendaki. Rasa khawatir sempat menghantui kami, bagaimana jika kami tidak boleh mendaki..

Tapi sekali lagi keyakinan dan kebersamaan saat bercerita dan bercengkrama di dalam kereta mengalahkan rasa khawatir itu. Kami pasti bisa naik, dan gue pun sudah menghubungi salah seorang kenalan ayah untuk membantu proses administrasi nanti. Sedikit lega. Walau masih saja ada rasa gelisah setiap kali kata surat izin tersebut.

St. Malang
Ini kali pertama gue menghirup udara kota Malang, dan mungkin kali pertama juga bagi beberapa saudara gue yang lain. Sedikit antusias dan norak. Turun dari kereta kami disambut oleh Arip dan Whita yang sudah menunggu di Malang. Rasanya sangat menyenangkan sudah sampai di Jawa Timur. Sedikit lagi menuju Semeru. Dari Stasiun Malang, kami naik angkutan umum yang disewa untuk pribadi menuju pasar Tumpang. Karena menggunakan angkot kecil yang tidak sanggup memuat semua carrier kami, maka carrier kami diletakkan diatas angkot tersebut. Namun hal yang menarik, tidak diikat kencang. Carrier pun bergoyang-goyang seiring dengan berjalannya angkot tersebut, dan akhirnya jatuh pada satu titik. Kejadian itu super seru dilihat karena proses jatuhnya carrier itu sungguh perlahan sampai akhirnya benar benar jatuh dan itu carrier berbungkus cover bag kuning, punya Iga.

Pasar Tumpang, Tumpang Orang, Orang Gila
Pasar Tumpang. Sepertinya pasar ini dinamakan demikian karena memang banyak pendaki yang menumpang untuk singgah di pasar ini sembari menunggu giliran naik jeep atau truk menuju ke Ranu Pane, pos pendakian menuju gunung Semeru. Ya pasar ini ramai sekali dengan pendaki ketika kami tiba. Mereka mengantri untuk mendapatkan giliran naik truk atau jeep yang sudah dipesan. Sama dengan rombongan pendaki yang lain, kami pun harus masuk ke dalam daftar antrean agar bisa segera diangkut ke Ranu Pane. Sambil menunggu, dan menumpang sejenak di rumah singgah, kami pun makan soto. Selain itu, kami melengkapi perlengkapan yang masih kurang, salah satunya Nana yang membeli gunting kuku di toko Dua Tiga (tapi ini karena dia menghilangkan gunting kuku Dea haha).

Sambil menunggu giliran diangkut, Sembor melakukan hal konyol. Dia tidak sadar bahwa kursi tempatnya duduk sudah diambil Bagong, dan BUM ! Sembor jatuh dan kami, kami malah menertawakannya. Kejadian itu sangat cepat dan lucu sekali. Lain lagi dengan gue, yang tidak kalah bodohnya. Gue berpapasan dengan seorang bapak tua yang menjulurkan tangannya ke arah gue . Lalu gue spontan mengambil tangannya lalu salim. Gue sepertinya sedang bengong dan tidak focus. Lama kelamaan bapak tua itu mengajak bicara, dan bicaranya melantur kesana kemari tidak jelas. Sampai akhirnya, Ami menarik gue menjauhi bapak tua itu. Dan belakangan gue baru tahu kalau dia itu adalah orang gila. Memalukan bung. Gue salim dengan orang gila, cukup miris, dan ya senasib dengan sembor, gue ditertawakan habis-habisan.

Tapi cerita itu berganti dengan cerita menyenangkan saat akhirnya kami dinaikkan ke sebuah truk menuju Ranu Pane. Kami sangat bahagia dan bergembira. Selangkah lagi sampai di Ranu Pane, tempat kami akan memulai perjalanan di Gunung Semeru. Dan truk itu berjalan semakin naik dan naik. Kurang lebih dua jam kami bersenda gurau di dalam truk, memainkan Sembor Rush (edisi lain dari minion rush karena Sembor yang jadi tokoh utamanya), dan berbincang dengan rombongan dari Surabaya yang satu truk dengan kami. Sampai akhirnya kami takjub pada sebuah mahakarya Yang Kuasa. Padang pasir yang luas antara Bromo dan Semeru. Luar biasa indah. Dan Mahameru, sudah terlihat di bola mata. Ini asli, dan langsung, lebih indah dari yang ada di google, bahkan meski kami masih berjarak cukup jauh darinya. Dan beberapa saat kemudian, tibalah kami di Ranu Pane.




tahulah, truk selalu jadi bagian dari perjalanan kami

Langkah Pertama
Kami akhirnya bisa berkata bahwa kami ada di kawasan gunung Semeru. Kami ada disini. Ketakutan kami tentang surat izin tidak lagi terjadi, karena surat izin itu kami dapat. Ranu Pane penuh dengan pendaki yang hendak naik, maupun yang sudah turun. Cerita pendakian bergulir bergantian di telinga kami. Membuat rasa penasaran kami tentang gunung impian yang sudah di depan mata ini semakin membuncah. Kami akan mengejar Mahameru, dan ini langkah pertama kami.
Pukul 16.00an, kami memulai langkah pertama kami. Memasuki gerbang menuju tanah basah pegunungan dan menghirup aroma gunung yang mulai menyapa. Tertawa dan bergejolak bersama di langkah pertama kami. Perjalanan sangat menyenangkan, jalurnya masih mudah walaupun jauh untuk sampai ke setiap posnya. Tawa kami masih terdengar beriringan dengan langkah dan obrolan singkat singkat. Kami akhirnya menaiki gunung ini. Pikiran kami pasti melayang masing-masing, mencoba mempercayai bahwa akhirnya kami sampai disini, di Semeru.


sebelum mulai mendaki


Ranu Kumbolo, Romantis.
Kami tiba di Ranu Kumbolo sekitar pukul 21.30. Udara malam itu sangat dingin, membekukan semua jemari kami. Namun gue sendiri masih tidak percaya, bahwa gue dan kesebelas saudara gue sudah menginjakkan kaki di Ranu Kumbolo. Danau terindah yang pernah gue lihat di gambar-gambar, di stiker, dan di poster-poster pendakian. Gue sampai juga disini. Oh Ranu Kumbolo !
Dingin membekukan jemari kami, membekukan tubuh kami yang lelah akibat perjalanan panjang dari Ranu Pane ke Ranu Kumbolo, tapi dingin sama sekali tidak membekukan semangat kami. Dan sama sekali tidak membekukan otak orang jahat yang mengambil cost bag tebo. Ya, cost bag Tebo hilang malam itu, kasihan. Dan dingin tidak membuat kami terkagum kagum melihat Ranu Kumbolo malam hari, yang sangat sangat ramai malam itu. Semeru sedang kebanjiran pendaki, Ranu Kumbolo seperti perumahan yang rumah rumahnya berbentuk tenda. Tapi tetap saja, Ranu Kumbolo tidak kehilangan pesonanya, keromantisannya. Kalau kata Idang, “ Ranu Kumbolo : Mahakarya Tuhan diatas kanvas bernama alam.”
Bermalam di Ranu Kumbolo, rasanya seperti mimpi bisa tidur di tenda di hadapan danau yang indah. Dan pagi itu, kami terbangun dengan sangat sangat segar dan semangat. Kami siap melanjutkan perjalanan menuju Kalimati dan menuju Mahameru, puncak impian.

Tanjakan Cinta
Dari Ranu Kumbolo, kami berjalan sekitar pukul 10an. Dan kami harus melewati sebuah tanjakan yang terkenal namanya, ya namanya Tanjakan Cinta. Kemiringannya sekitar 75 derajat kurang lebih. Cukup jauh dan terjal. Dari namanya, banyak yang membuat mitos bahwa kalau kita naik sampai ujung tanjakan cinta tanpa menoleh ke belakang sambil mengingat orang yang kita suka, maka kita bisa berakhir bahagia dengan orang itu nantinya. Tapi, boro-boro mau mengingat orang yang kita suka, mengingat nafas kita yang tersengal sengal saja sudah sulit haha. Tanjakannya mantap sekali bung. Dan super capek melewatinya. Gue jadi berpikir, Iga, yang sudah kedua kalinya naik Semeru ini, dan yang sekarang sambil mengerjakan proyek cintanya untuk pacarnya, apakah dia sempat memikirkan pacarnya saat mendaki tanjakan ini? Ah gue lupa bertanya haha.

Tapi letih dibayar lunas ketika kami sudah sampai di ujung tanjakan. Terbentang luas padang yang indah. Dan luas.. dan member kita bayangan bahwa masih ada satu bukit dan bukit lainnya yang harus kita lewati sebelum kita sampai ke pemberhentian berikutnya. Masih jauh ternyata. Dan kami berlarian melewati padang Lavender yang luas yang sedang tidak berbunga saat itu, sedih. Tapi tetap menyenangkan dan melelahkan.

Kalimati
Ini adalah pemberhentian terakhir sebelum kami harus menanggalkan semua bawaan kami untuk mencapai Mahameru. Sampai disini, kami membuat tenda lagi. Memasak lagi. Dan kami semua harus tidur cepat sebelum akhirnya malam nanti kami harus bangun untuk summit attack. Mahameru, tunggu kami, pikir kami malam itu.

Perjalanan ke Puncak

Malam sekitar pukul 23.30, kami ber dua belas berdiri membentuk lingkaran. Berdoa pada Tuhan yang MahaKuasa untuk diberikan keselamatan agar bisa sampai ke puncak Mahameru dan turun kembali ke Kalimati dengan selamat. Perjalanan ke puncak Mahameru adalah yang paling bahaya dan memakan waktu, fisik, dan otak juga. Dan kami sudah membawa perlengkapan selengkapnya. Gue bahkan membawa tas sendiri, mengikuti pesan ibu gue. Kami siap, menuju Mahameru, menuju tanah tertinggi pulau Jawa. Gue sendiri sangat deg degan menghadapi perjalanan malam itu.
Suasana sedikit lebih santai karena summit attack kali ini sangat ramai. Pendaki pun terpaksa mengantri dalam perjalanan menuju Arcopodo dari Kalimati. Hal ini membuat kami berjalan lebih santai, dan bisa memberi waktu bagi beberapa dari kami yang mulai kelelahan. Romobongan pendaki yang banyak, yang sama sama berharap menemui Mahameru ini pun saling memberikan semangat satu sama lain dengan kami. Perjalanan sangat berat, oksigen menipis, tanjakan cukup berat, dan mental kami terkikis sedikit demi sedikit. Sampai kami akhirnya tiba di Arcopodo, dan disekitar situ, gue mulai melihat banyak batu nisan orang orang yang mengakhiri hidupnya di sana. Mental gue terkikis lagi sedikit, walau semangat dan fisik gue masih sangat kuat untuk mencapai Mahameru.

Kondisi dua dari enam perempuan yang ada di rombongan kami mulai melemah, yang satu muntah kalau kedinginan, dan yang satu fisiknya memang cukup lemah dalam perjalanan ini. Hal ini cukup merisaukan kami semua, tapi kami akhirnya berhasil mencapai batas vegetasi terakhir. Kami mencapai pohon terakhir sebelum memasuki pasir, yang tadi sore kami lihat bersama dari Kalimati. Kami sudah di Semeru, benar benar Semeru, ya kami benar benar disini.

Sampai akhirnya kaki kami menginjak pasir-pasir Semeru. Dingin benar benar menghantam kami, dingin sekali. Dan pasir sungguh membuat kami sulit berjalan. Perjalanan sangat berat benar-benar terjadi mulai detik ini. Hanya semangat yang membuat kaki kaki kami terus melangkah. Dan dua teman kami benar benar sudah tidak kuat, beberapa kali sesak dan ingin muntah. Tak lama gerimis pun mulai turun dan kami basah sedikit demi sedikit. Jumlah pendaki yang sangat banyak juga mempersulit langkah kami. Kanan dan kiri sudah seperti perosotan pasir yang tidak tahu dimana ujungnya, membuat kami harus ekstra hati hati melangkah. Beberapa kali pun banyak batu yang menggelinding dari atas. Ini adalah perjalanan menuju puncak yang sangat sulit dari semua perjalanan ke puncak yang pernah gue temui. Dan gue yakin saudara saudara gue pun merasakan hal yang sama.

Sampai akhirnya, kami berhenti di satu titik diantara pasir-pasir itu untuk membicarakan keputusan yang menyangkut keberlangsungan perjalanan kami. Empat dari perempuan yang ikut dalam perjalanan kami kali ini sudah tidak sanggup untuk melanjutkan perjalanan. Nafas semakin sulit dan oksigen semakin tipis, sangat tidak mungkin untuk mereka melanjutkan perjalanan menuju puncak. Sepanjang perjalanan kami pun sudah banyak pendaki yang menyerah duluan. Keempat teman kami sudah tidak kuat, dan tidak bisa dipaksakan.
Melihat itu, Bagong dan Iga, dengan gentle nya, memutuskan untuk menemani keempat saudara kami ini untuk turun kembali ke camp di kalimati. Gue memang tidak termasuk orang yang sudah letih, semangat dan fisik gue masih sangat baik, tapi mental gue sudah sangat terkikis melihat separuh rombongan gue akhirnya harus turun. Gue bimbang dan sedih melihat saudara saudari gue yang tidak bisa melanjutkan perjalanan. Gue ingin ke Mahameru, tapi kepercayaan diri gue sudah terkikis setengah, berbarengan dengan turunnya 6 orang dari rombongan kami. Setelah melepas keenam teman gue, gue hampir menangis dan memanggil Bagong lagi.
Pikiran gue saat itu melayang kepada kematian yang mungkin menunggu gue di sepanjang perjalanan ini. Gue teringat batu nisan yang gue lewati, gue teringat bahwa gue tidak sekuat teman-teman gue yang laki-laki dan gue takut menyusahkan nanti, dan tiba-tiba seluruh badan gue lemas. Gue takut. Namun, motivasi itu datang dari Guntur Idang bahwa semua akan baik baik saja, bahwa gue kuat dan gak kenapa kenapa. Ini benar benar soal mental. Bukan soal kekuatan fisik saja, tapi soal motivasi dan kepercayaan diri. Dan hati gue dikuatkan, belum lagi bila ingat kata ayah gue sebelum gue berangkat, “ kalau belum sampe Mahameru jangan turun.” Maka kaki gue kembali bertenaga, oke mari kita capai Mahameru ini saudara saudara, hati gue berteriak.

Setelah berjalan sejam lebih dari tempat perpisahan dengan separuh rombongan kami, ternyata hujan abu dan air terus mengguyur kami. Hingga akhirnya hujan turun sangat deras. Dingin, basah, dan kami sulit melihat. Kami berhenti dan duduk di pasir yang miring beratapkan ponco. Kami tidak bisa melanjutkan perjalanan dalam cuaca seperti ini. Kami masih berusaha menunggu hujan reda. Sampai akhirnya, para pendaki yang ada di atas turun bersama-sama dan mengatakan bahwa diatas ada badai sehingga tidak baik bila kita melanjutkan perjalanan menuju puncak. Ada sedikit kekecewaan saat mendengar itu, kami pun masih berusaha menunggu hujan reda. Namun, hujan justru semakin deras. Pasir-pasir di dalam sepatu kami pun semakin basah. Mengeras, dan dingin air hujan semakin membunuh kami perlahan.

To be continued..

Comments

  1. perjalanannya bikin ngiri, ditunggu lanjutannya :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. http://senyumtangis.blogspot.com/2015/01/semeru-part2.html
      silakan

      Delete

Post a Comment

speak out time

Popular posts from this blog

Sebuah Pilihan.

“Berbahagia dan berusaha bahagiakan orang lain.” Motto hidup sederhana inilah yang membuat saya berani mendaftarkan diri ke IME 2012. Sederhana saja. Awalnya, saya hanya ingin mencari kebahagiaan saya sendiri dengan berorganisasi, mencari banyak pengalaman serta teman, dan membahagiakan orang lain (teman-teman sesama mahasiswa) dengan ikut IME sebagai organisasi yang mewadahi kegiatan mereka semua. Tapi mengapa saya memilih membahagiakan orang lain melalui bidang PSDM?  Kata orang kebanyakan, PSDM adalah bidangnya orang-orang yang mau berpikir dan mau susah-susah untuk mengurusi orang lain. Dan saya juga tidak dapat memungkiri itu karena bidang inilah yang mau repot-repot mengurusi dan membimbing saya dan 117 teman saya saat masa bimbingan dulu. Ah kerajinan sekali, begitu pikir saya dulu.    Tapi saat masa adaptasi dunia kampus dulu, saya dibuat semakin menyadari bahwa mahasiswa adalah segerombolan manusia yang punya banyak kelebihan di dalam dirinya ya...

Great People Scholarship Program Telkom 2019 -

 --continued from previous post-- Oke jadi dimulailah tahap seleksi beasiswa GPSP dari perusahanku Telkom Indonesia. Hal pertama yang bikin aku cukup gak pede dan stres adalah waktu persiapan yang super sempit. Jadi, dari tanggal rilis nota dinasnya, aku harus menyiapkan proposal studi yang akan disubmit dan dibawa dalam waktu kruang lebih 4 hari apa 3 hari yah lupa. Jadi aku inget weekend itu aku bener bener scroll2 jurusan kampus dan bikin proposal study selama dua hari Sabtu-Minggu. Hari Seninnya, aku harus berangkat ke Bandung untuk tes. Dan aku berangkat ke Bandung bareng sama bebeb Pome sahabatcuuu Step pertama : Bikin proposal Studi  Selama nyusun proposal studi aku agak terburu buru dan gatau mau nulis apa. Ini mirip mirip dengan motivation letter atau personal statement kalau kita mau apply beasiswa atau apply kampus di luar Negeri untuk S2. Bedanya di seleksi Telkom ini dia minta dua halaman dan harus menjelaskan manfaatnya buat Telkom itu apa ketika kita sudah balik...

Aku cinta padamu, Indonesia

Indonesia, sebuah negeri dengan segala keelokan dan pesona. Negeri di tenggara Asia   yang patut dipertanyakan: seberapa besar cinta rakyatnya kepadanya? Aku mungkin hanyalah seorang biasa, tapi aku akan mencoba menggambarkan seberapa besar cintaku kepada negeri ini melalui rangkaian kata sederhana ini. Atau mungkin, aku akan mencoba membuat kalian tahu bagaimana caraku mencintai negeri ini, mencintai baik dan buruknya. Aku terlahir di negeri ini. Aku tumbuh dan menghirup udara di negeri ini, begitu juga sekitar dua ratus juta penduduk Indonesia yang lain. Ketika aku lahir, Indonesia masih dipimpin seorang “Bapak Pembangunan” yang katanya memberikan banyak perubahan dan kemajuan, tapi juga banyak meninggalkan hutang bagi Indonesia. Tapi aku tak peduli, aku mulai merasakan cinta pada negeri ini mulai tumbuh sejak hari pertama aku melihat dunia. Inilah negeriku, tempat hidungku menghirup udara pertamanya atau tempat tangisku pertama kali pecah. Dan aku mencintainya, dengan te...