Untuk seorang lelaki,
yang kukenal keberaniannya sejak ribuan hari lalu
lihai ia berkata dalam sebuah ujar yang logis
mengalahkan kami yang waktu itu hanyalah pengharap asa tak tergapai
dia berdiri dihadapan semua orang, lantang, terkenang
saat itu dia berada satu jejak di depanku
entah sejak matahari keberapa dia berdiri di sampingku
perlahan aku berlalu dan dia mengikuti
padanya kuserahkan tangan dan kakiku
untuk menggapai mimpi yang belum sempat kami sentuh
padanya aku meletakkan sebagian asaku, berharap lelaki yang kan melunaskannya untukku
aku tak mengerti taktik strategi ataupun licik
aku hanya seorang ambisius bersemangat tak berakal, hari hari itu dialah akalku
setelah malam kesekian dia tetap berjalan di belakangku, perlahan
mengisi malam malamku dengan ujaran ringan tak bertuan
mengisi siang dengan ribuan gurauan tak beralasan
mengisi hariku dengan tingkahnya yang kadang tak kumengerti
setelah fajar berganti senja, untuk kesekian kalinya,
dia masih berjalan di belakangku,
sesekali langkah kami berjalan beriringan,
menutup hari dengan selamat tinggal di depan pintu,
sedemikian saja, terkadang begitu merindukan,
beberapa ratus hari, dan kutahu seperti apa lelaki
setelah bulan mengitari bumi beribuan kalinya,
dia berjalan lebih cepat, mengikuti dan mengiringi langkahku, pasti
pada satu titik dia percaya bahwa yang kukatakan benar
pada satu masa dia memutuskan untuk secepatku berjalan,
berat langkah ia tempuh dan pilih
yakini hati
disampingnya kucoba menyeimbangi
ratusan kata pemikiran gila sampai puisi romantis dia lontarkan
pujangga berotasi menghidupkan mimpi
sesekali ia tersandung dan kemudian bangkit lagi
tak peduli
kritisi habisi
ku tetap mengiringi
malam malam penuh nyanyian pernah kulalui bersamanya
senandung resah dan senandung cinta lagukan isi hatinya
puluhan pagi kulihat sembap di matanya berubah gemerlap saat beradu dengan benda bundar itu,
ribuan bincang carut marut dan romantis bisa saja kami tuliskan jadi ribuan aksara padu
yang hanya kami yang mengerti,
dan sekian air mata telah kupercayakan pada dia untuk disimpan,
dan dia tetap berjalan disampingku,
meski terkadang akhirnya dia berjalan lebih cepat,
setengah berlari sampai aku tergugup sendiri
sepi
pada setiap mimpi dan angan yang dia usahakan,
atau pada setiap puisi yang ia tuliskan,
atau pada setiap dendang tak berujung yang ia nyanyikan,
pada setiap hati yang ia cerita tak terhentikan,
ku mengerti, sampai kadang ku sulit mengakhiri.
dia adalah gudang penyimpan semua puisiku,
harapan bagi semua resahku tentang bumi,
sandaran saat resah terlalu lelah kutanggung sendiri,
telinga terbuka untuk semua celotehku,
dan dia adalah biru pada langitku,
yang kupercaya dia pasti akan selalu datang,
tak peduli mendung, hujan, siang terik, atau setelah malam,
tapi dia pasti akan tetap disitu.
membuat warna biru pada langitku.
ah lelaki..
andai kataku berarti,
maka janganlah berlari terlalu cepat mendahului,
atau terus di belakang mengikuti,
tapi bersamakulah berlari,
untuk mimpi mimpi yang kau kejar,
untuk mimpi mimpi yang ku kejar,
dan bertemu pada ujung mimpi yang kita yakini benar.
untuk tetap jadi biru pada setiap langitku,
menjadi kamu yang selalu kusayangi,
karena hari hari ini tidak akan pernah cukup untukku.
karena terima kasih saja tidak akan pernah cukup,
dari seorang sahabat yang super bawel dan galak,
Aisyah.
yang kukenal keberaniannya sejak ribuan hari lalu
lihai ia berkata dalam sebuah ujar yang logis
mengalahkan kami yang waktu itu hanyalah pengharap asa tak tergapai
dia berdiri dihadapan semua orang, lantang, terkenang
saat itu dia berada satu jejak di depanku
entah sejak matahari keberapa dia berdiri di sampingku
perlahan aku berlalu dan dia mengikuti
padanya kuserahkan tangan dan kakiku
untuk menggapai mimpi yang belum sempat kami sentuh
padanya aku meletakkan sebagian asaku, berharap lelaki yang kan melunaskannya untukku
aku tak mengerti taktik strategi ataupun licik
aku hanya seorang ambisius bersemangat tak berakal, hari hari itu dialah akalku
setelah malam kesekian dia tetap berjalan di belakangku, perlahan
mengisi malam malamku dengan ujaran ringan tak bertuan
mengisi siang dengan ribuan gurauan tak beralasan
mengisi hariku dengan tingkahnya yang kadang tak kumengerti
setelah fajar berganti senja, untuk kesekian kalinya,
dia masih berjalan di belakangku,
sesekali langkah kami berjalan beriringan,
menutup hari dengan selamat tinggal di depan pintu,
sedemikian saja, terkadang begitu merindukan,
beberapa ratus hari, dan kutahu seperti apa lelaki
setelah bulan mengitari bumi beribuan kalinya,
dia berjalan lebih cepat, mengikuti dan mengiringi langkahku, pasti
pada satu titik dia percaya bahwa yang kukatakan benar
pada satu masa dia memutuskan untuk secepatku berjalan,
berat langkah ia tempuh dan pilih
yakini hati
disampingnya kucoba menyeimbangi
ratusan kata pemikiran gila sampai puisi romantis dia lontarkan
pujangga berotasi menghidupkan mimpi
sesekali ia tersandung dan kemudian bangkit lagi
tak peduli
kritisi habisi
ku tetap mengiringi
malam malam penuh nyanyian pernah kulalui bersamanya
senandung resah dan senandung cinta lagukan isi hatinya
puluhan pagi kulihat sembap di matanya berubah gemerlap saat beradu dengan benda bundar itu,
ribuan bincang carut marut dan romantis bisa saja kami tuliskan jadi ribuan aksara padu
yang hanya kami yang mengerti,
dan sekian air mata telah kupercayakan pada dia untuk disimpan,
dan dia tetap berjalan disampingku,
meski terkadang akhirnya dia berjalan lebih cepat,
setengah berlari sampai aku tergugup sendiri
sepi
pada setiap mimpi dan angan yang dia usahakan,
atau pada setiap puisi yang ia tuliskan,
atau pada setiap dendang tak berujung yang ia nyanyikan,
pada setiap hati yang ia cerita tak terhentikan,
ku mengerti, sampai kadang ku sulit mengakhiri.
dia adalah gudang penyimpan semua puisiku,
harapan bagi semua resahku tentang bumi,
sandaran saat resah terlalu lelah kutanggung sendiri,
telinga terbuka untuk semua celotehku,
dan dia adalah biru pada langitku,
yang kupercaya dia pasti akan selalu datang,
tak peduli mendung, hujan, siang terik, atau setelah malam,
tapi dia pasti akan tetap disitu.
membuat warna biru pada langitku.
ah lelaki..
andai kataku berarti,
maka janganlah berlari terlalu cepat mendahului,
atau terus di belakang mengikuti,
tapi bersamakulah berlari,
untuk mimpi mimpi yang kau kejar,
untuk mimpi mimpi yang ku kejar,
dan bertemu pada ujung mimpi yang kita yakini benar.
untuk tetap jadi biru pada setiap langitku,
menjadi kamu yang selalu kusayangi,
karena hari hari ini tidak akan pernah cukup untukku.
karena terima kasih saja tidak akan pernah cukup,
dari seorang sahabat yang super bawel dan galak,
Aisyah.
Comments
Post a Comment
speak out time