Skip to main content

Malam Minggu

-while playing : Jalan Terus -Sheila on 7- 

Malam Minggu. Usia 22 tahun 6 bulan, entah kenapa belakangan, gue merasa sedang banyak berpikir bagaimana caranya memantaskan diri untuk berubah dari anak perempuan menjadi sosok wanita dewasa. Gue seperti sedang memasuki masa masa labil dalam menghadapi dunia pasca kampus S1 dan memasuki kehidupan orang dewasa. Memasuki usia 23 tahun, lepas masa mahasiswa, adalah masa masa yang membingungkan. Malam-malam gue lebih sering dihabiskan untuk merenungi kehidupan gue sebagai wanita dewasa. Apakah gue sudah cukup siap untuk mengaku bahwa diri gue adalah wanita dewasa? Apakah gue sudah sanggup berdiri dengan kedua kaki gue sendiri selepas kuliah? Atau apakah gue sudah tau kelak akan menjadi wanita karir atau menjadi ibu rumah tangga yang jago memasak? 

Entahlah. 

Kelabilan memasuki usia 23 tahun, mungkin juga dirasakan oleh kebanyakan teman-teman gue lainnya. Hal ini mungkin disebabkan oleh banyaknya pertanyaan tentang pekerjaan, rencana masa depan, target menikah di umur berapa, dan pertanyaan-pertanyaan lainnya yang kerap membuat gue sering galau. Atau mungkin karena di usia usia ini, kami merasakan bahwa kami harus beradaptasi lagi dengan dunia kerja yang sangat asing bagi kami, dengan pahitnya pulang pergi kerja setiap hari senin sampai jumat (extend sampai sabtu kalau ada lembur), dengan sulitnya bertemu teman teman kuliah yang dulu sangat akrab sampai kemana mana bersama setiap saat, dengan berkurangnya waktu bermain dari yang setiap hari menjadi setiap hari Sabtu dan Minggu, dan dengan kenyataan-kenyataan lainnya yang harus dihadapi. Atau mungkin buat teman teman yang gak kerja kantoran, mereka juga labil karena masih berusaha merintis sebuah usaha sendiri dengan modal seadanya dan kenekatan yang maksimal, atau karena masih harus menghadapi kuliah (lagi) untuk mencapai gelar master yang ternyata tidak sesantai kuliah S1 dulu, atau karena masih galau dan masih belum punya kegiatan atau aktivitas yang bisa dilakukan setiap harinya.

Ada banyak pengharapan di usia ini, baik yang diinginkan oleh kami sendiri atau oleh orang tua kami masing masing. Harapan tentang pekerjaan yang baik, tentang jodoh yang mapan yang siap melamar disaat menginjak usia 25 tahun,  tentang rencana S2 di luar negeri, tentang melakukan perjalanan keliling Indonesia selagi muda, tentang membuat sebuah komunitas berbagi untuk menunjang jiwa yang haus sosial, dan banyak pengharapan lainnya.

Ada banyak keputusan yang diambil di usia ini, yang mungkin akan menentukan nasib dan kehidupan dimasa yang akan datan. Keputusan-keputusan yang dibuat oleh kami kami yang setengah matang menuju dewasa ini. Entah keputusan yang nantinya akan disesali, atau keputusan yang akhirnya membuat senyum lebar dan happy ending. Entahlah. Keputusan apa yang akan kita ambil, di usia ini, saat idealisme dan mimpi-mimpi terbentur pada realita kehidupan. Saat harus memilih antara mimpi dan kesempatan di depan mata, terlalu banyak keputusan sulit yang gue ambil. Atau mungkin, yang kita ambil.

Banyak juga khayalan di usia usia ini, khususnya bagi kami para perempuan menuju wanita dewasa, yang kadang masih suka terjebak pada kisah cinta romantis di drama drama korea dan line webtoon. Khayalan tentang pada akhirnya akan dilamar oleh pria yang disukai dan hidup bahagia selamanya. Meskipun, kami sendiri juga masih belum tau ‘bahagia’ yang dimaksud itu seperti apa, entah menjadi wanita karir yang sukses dan bersuami mapan atau menjadi ibu rumah tangga yang bisa masak dan menjahit.

Usia usia ini membuat gue sering terjebak pada obrolan tentang ‘masa depan’. Dan mengenai hal ini, pembicaraan tidak akan pernah usai. Masa depan, aih, masih terlalu sulit mendeskripsikan apa yang gue inginkan. Dan hal ini, yang pada akhirnya, sering membuat gue dan teman-teman seusia gue sampai kadang harus menitikkan air mata kami.

Pada akhirnya,  tulisan ini kembali menjadi sebuah tulisan tanpa faedah dan manfaat. Tulisan ini hanya menjadi sebuah tempat curhatan hati gue. Malam-malam yang kita habiskan untuk galau dan labil tidak akan berarti apa apa, tulisan tulisan yang gue tulis di blog ini juga tidak akan berarti apa apa, kalau gue tidak mulai merencanakan masa depan gue, dan mulai bergerak. Ini berlaku untuk semua orang, dalam semua hal.

Kalau kata Rhoma Irama, masa muda adalah masa yang berapi-api.
Kalau kata Andrea Hirata, bermimpilah maka Tuhan akan memeluk mimpi-mimpi itu.
Kalau kata gue,  Bahagia itu kita yang menentukan. Masa ini, adalah masa masa kita, untuk memulai semua kebahagiaan itu. 

p.s. Jangan kebanyakan galau ! 

Foto: Aisyah-menuju 23 th-trainee di sebuah BUMN yang masih labil menuju wanita dewasa-lokasi Tasikmalaya

"maka apapun yang terjadi
akan kujalani
akan kuhadapi dengan segenap hati"


Bekasi,
Malam minggu,
Aisyah

Comments

Popular posts from this blog

Sebuah Pilihan.

“Berbahagia dan berusaha bahagiakan orang lain.” Motto hidup sederhana inilah yang membuat saya berani mendaftarkan diri ke IME 2012. Sederhana saja. Awalnya, saya hanya ingin mencari kebahagiaan saya sendiri dengan berorganisasi, mencari banyak pengalaman serta teman, dan membahagiakan orang lain (teman-teman sesama mahasiswa) dengan ikut IME sebagai organisasi yang mewadahi kegiatan mereka semua. Tapi mengapa saya memilih membahagiakan orang lain melalui bidang PSDM?  Kata orang kebanyakan, PSDM adalah bidangnya orang-orang yang mau berpikir dan mau susah-susah untuk mengurusi orang lain. Dan saya juga tidak dapat memungkiri itu karena bidang inilah yang mau repot-repot mengurusi dan membimbing saya dan 117 teman saya saat masa bimbingan dulu. Ah kerajinan sekali, begitu pikir saya dulu.    Tapi saat masa adaptasi dunia kampus dulu, saya dibuat semakin menyadari bahwa mahasiswa adalah segerombolan manusia yang punya banyak kelebihan di dalam dirinya yang bisa membaw

Aku cinta padamu, Indonesia

Indonesia, sebuah negeri dengan segala keelokan dan pesona. Negeri di tenggara Asia   yang patut dipertanyakan: seberapa besar cinta rakyatnya kepadanya? Aku mungkin hanyalah seorang biasa, tapi aku akan mencoba menggambarkan seberapa besar cintaku kepada negeri ini melalui rangkaian kata sederhana ini. Atau mungkin, aku akan mencoba membuat kalian tahu bagaimana caraku mencintai negeri ini, mencintai baik dan buruknya. Aku terlahir di negeri ini. Aku tumbuh dan menghirup udara di negeri ini, begitu juga sekitar dua ratus juta penduduk Indonesia yang lain. Ketika aku lahir, Indonesia masih dipimpin seorang “Bapak Pembangunan” yang katanya memberikan banyak perubahan dan kemajuan, tapi juga banyak meninggalkan hutang bagi Indonesia. Tapi aku tak peduli, aku mulai merasakan cinta pada negeri ini mulai tumbuh sejak hari pertama aku melihat dunia. Inilah negeriku, tempat hidungku menghirup udara pertamanya atau tempat tangisku pertama kali pecah. Dan aku mencintainya, dengan tertah

Great People Scholarship Program Telkom 2019 -

 --continued from previous post-- Oke jadi dimulailah tahap seleksi beasiswa GPSP dari perusahanku Telkom Indonesia. Hal pertama yang bikin aku cukup gak pede dan stres adalah waktu persiapan yang super sempit. Jadi, dari tanggal rilis nota dinasnya, aku harus menyiapkan proposal studi yang akan disubmit dan dibawa dalam waktu kruang lebih 4 hari apa 3 hari yah lupa. Jadi aku inget weekend itu aku bener bener scroll2 jurusan kampus dan bikin proposal study selama dua hari Sabtu-Minggu. Hari Seninnya, aku harus berangkat ke Bandung untuk tes. Dan aku berangkat ke Bandung bareng sama bebeb Pome sahabatcuuu Step pertama : Bikin proposal Studi  Selama nyusun proposal studi aku agak terburu buru dan gatau mau nulis apa. Ini mirip mirip dengan motivation letter atau personal statement kalau kita mau apply beasiswa atau apply kampus di luar Negeri untuk S2. Bedanya di seleksi Telkom ini dia minta dua halaman dan harus menjelaskan manfaatnya buat Telkom itu apa ketika kita sudah balik dari sek